Asal
Usul Negeri Porto
Masyarakat Porto memahami bahwa nenek moyang mereka yang pertama, berasal dari
pulau Seram, dari Nunusaku (gunung suci di pulau Seram), maka asal ususl negeri
Porto dan nenek moyang Talakua diceriterakan sebagai berikut :
Pada waktu penduduk mulai menyebar mencari tempat-tempat yang lain mereka dipimpin oleh empat orang kapitan, yaitu : Kapitan Wattimena Wael (yang nantinya menjadi moyang Wattimena di Makariki), Kapitan Wattimury (yang kemudian menjadi moyang Wattimury), Kapitan Nanlohy (yang kemudian menjadi moyang Nanlohy) dan Kapitan Talakua (yang kemudian menjadi moyang Talakua). Mereka bermusyawarah untuk menyepakati tujuan dan arah pengembaraan mereka dan mereka sepakat untuk menghilir sepanjang sungai Tala. Tiba di Tala, mereka membuat suatu perjanjian dengan menanam sebuah batu yang dinamakan Manuhuru yang kemudian berubah menjadi Huse. Perjanjian yang mereka ikrarkan adalah : "Walaupun mereka nanti bercerai-berai, tetapi hubungan persaudaraan ini harus terus dipertahankan dan merekapun harus saling tolong-menolong". Tempat ini kemudian menjadi suatu batu pertanda tempat kenang-kenangan dari keturunan negeri Makariki, Amahai, Luhu dan Porto. Beberapa hari kemudian Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua naik keatas rakit untuk bermain-main, tetapi rakit terbawa arus dan hanyut semakin jauh ke tengah laut. Mereka terdampar di suatu tempat bernama Nanuluhu dan Kapitan Nanlohy tertinggal di situ sedangkan Kapitan Talakua terus hanyut melewati Tanjung Umelputty (sekarang dekat desa Kulur) dan akhirnya terdampar di suatu teluk di pulau yang kemudian dinamakan pulau Saparua. Sampai sekarang orang meyakini bahwa sepasang tapak kaki yang tertinggal di Wasa dekat tanjung Umelputty adalah tapak kaki Kapitan Talakua yang pertama singgah di situ. Tetapi kemudian karena ingin mencari tempat tinggal yang aman atau kecendrungan untuk dekat dengan para leluhur (sesuai kepercayaan asli) maka dibangunlah suatu Hena atau Aman di gunung Opal. Lama setelah itu Kapitan Nanlohy juga ikut terdampar kesitu dan menurut hikayat Talakua,[1] ketika Kapitan Talakua melihat Kapitan Nanlohy berenang dekat tanjung itu, Kapitan Talakua mengambil sebatang galah untuk menolong Kapitan Nanlohy naik kedarat. Karena itu dalam sejarah pembentukan negeri Porto, Talakua dan Nanlohy mempunyai negeri lama yang sama yaitu di gunung Opal. [2] Selain proses migrasi dari pulau Seram kemudian berdatangan lagi orang-orang dari Maluku Utara, Irian Jaya, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, mereka lalu berkelompok membuat kediaman di pegunungan.
Kecendrungan mencari tempat-tempat yang aman dan dekat dengan para leluhur sesuai keyakinan mereka itulah yang menyebabkan terbentuklah pemukiman-pemukiman penduduk di pegunungan. Mereka berkelompok dalam persekutuan-persekutuan yang disebut Rumahtau atau Lumatau yang terbentuk dalam ikatan genealogis. Rumatau-rumahtau ini kemudian menggabungkan diri dalam suatu persekutuan yang disebut hena atau aman dan menempati lokasi-lokasi tertentu yang dipimpin oleh Ama. Aman berasal dari istilah pribumi ama yang artinya bapa atau tuan. Dengan demikian Aman adalah pemukiman yang dimiliki dan diperintah oleh Ama. Lokasi atau wilayah hunian inilah yang kemudian dikenal dengan nama negeri lama.
Negeri lama-negeri lama di pegunungan yang dihuni oleh para leluhur masyarakat Porto adalah sebagai berikut :
Opal
: Opal adalah daerah pegunungan yang tertinggi dalam wilayah petuanan desa
Porto. Negeri lama ini ditempati oleh Talakua dengan mengambil posisi sebelah
depan (arah Timur) menghadap ke Saparua, dan Nanlohy yang menempati wilayah
Opal bagian belakang (arah Barat) menghadap ke pantai. Talakua dan Nanlohy
menempati negeri lama yang sama, sebab menurut cerita rakyat,[ 3] keduanya
berasal dari Seram. (lihat asal-usul negeri Porto di hal. 68). Mungkinkah
karena itu Talakua dan Nanlohy mempunyai Soa yang sama yaitu Soa Lesiruhu dan
menjadi Soa Raja.
Selain Opal, juga ada negeri lama dari para leluhur yang lain seperti :
- Amahoru
: Negeri lama ini ditempati oleh Latuihamalo, dan kemudian
menjadi Soa Muarea.
- Sawahil
: Negeri lama ini ditempati oleh Polnaya, dan kemudian
menjadi Soa Ulalesi.
- Tahuku
: Nageri lama ini ditempati oleh Sahertian, dan kemudian
menjadi Soa Latarisa
- Latehuru
: Negeri lama ini ditempati oleh Wattimury, dan kemudian
menjadi Soa Namasina
- Samonyo
: Negeri lama ini ditempati oleh Tetelepta, dan kemudian
menjadi Soa Muahatalea
- Amatawari
: Negeri lama ini ditempati oleh Berhitu, dan kemudian menjadi Soa
Beinusa. Dalam cerita asal usul bangsa Maluku. [4] dikatakan bahwa,
Berhitu adalah orang Ameth ditempatkan di Porto (negeri lama) atas jasanya
yang telah membantu Porto(kapitan Talakua), untuk berperang melawan Johor.
Menurut cerita itu, dikatakan bahwa, karena itulah Porto diberi nama menurut
negeri Ameth, yaitu Samasuru.
- Louwunyo
: Negeri lama ini ditempati oleh Aponno, dan kemudian menjadi Soa
Lohinusa.
Pusat pemerintahan negeri
lama-negeri lama ini ada di pegunungan Opal, di mana raja yang memerintah pada
waktu itu adalah Talakua (yang digelar raja hutan). Struktur
pemerintahan di gunung atau di negeri lama bersifat tradisional, tetapi unsur
demokrasi sangat jelas terlihat dengan adanya pembagian kerja dalam struktur
pemerintahan itu, seperti, ada pembagian peran raja, kapitan, mauweng, dan
marinyo.Stuktur masyarakat juga sangat teratur seperti, rumatau, uku, hena atau
aman, dan uli.
Pembentukan hena atau aman ini juga terjadi dalam perebutan kekuasaan di
wilayah pegunungan tetapi diceriterakan bahwa kemudian di wilayah pegunungan
itu, terdapat persekutuan yang lebih besar yang disebut Uli Poru
Amarima dan kemudian menjadi Ama Poruto.[5] Dari sinilah kita mengerti
bahwa nama asli negeri Porto adalah Poru yang artinya menarik hati. Uli
adalah gabungan beberapa hena atau aman, sedangkan Amarima
artinya lima aman atau lima kampung, yang dipimpin oleh Kapitan
Talakua, yang menjadi penguasa di Gunung Opal. Hal ini sejalan dengan apa yang
ceriterakan oleh Sitaniapessy,[6] bahwa : di akhir abad-13 dan awal
abad-14, sudah ada penduduk Poru yang berkuasa di pegunungan Porto (nama Porto
diberikan kemudian). Diceriterakan bahwa, ketika Johor tiba di
Saparua, tidak ada satu negeri pun yang berani berperang dengan Johor dan yang
berani angkat senjata melawan Johor adalah Poru atau Porto. Kekuasaan
Poru bahkan menjadi salah satu pertahanan kuat di gunung Opal dan di zaman
Portugis dan Belanda, wilayah ini tidak tersentuh sama sekali. Selain perang
Iha dan perang Pattimura, ada juga satu pusat pertahanan yang kuat dan tidak
pernah dapat dikuasai oleh penjajah yaitu di Uli Poru Amarima.
Selanjutnya guna memudahkan kompeni dalam politik perdagangan dan pengawasan,
maka sejak masa Portugis, telah dimulai suatu kebijaksanaan untuk menurunkan
penduduk dari pemukiman awal dipegunungan, ke tempat-tempat pemukiman baru di
daerah pantai.[7] Proses pemindahan ini dicatat di zaman penjajahan Belanda
atau VOC, membawa pula perubahan-perubahan yang luas dan penting dalam susunan
masyarakat. Struktur masyarakat yang berpusat pada hena dan aman, kemudian
menjadi masyarakat negeri Porto di pantai. Cooley, dalam hasil
penelitiannya mengatakan bahwa, proses perpindahan itulah yang menyebabkan
terbentuknya negeri-negeri di pesisir pantai yang terjadi antara tahun
1480-1660.[8] Ketika negeri terbentuk maka istilah hena dan aman tidak
digunakan lagi dan selanjutnya dipakai istilah matarumah (untuk marga
dalam keturunan genealogis), soa (persekutuan dari beberapa matarumah yang
bukan lagi persekutuan genealogis tetapi persekutuan teritorial) dan negeri (gabungan
beberapa soa dalam wilayah tertentu).
Mengenai perpindahan penduduk Lease dari gunung ke tepi pantai di Saparua,
Maryam Lestaluhu, dalam buku hasil penelitiannya mengatakan bahwa, nanti
setelah jatuhnya Kapahaha dalam tahun1645, Gubernur Demmer mulai mengarahkan
perhatiannya ke Iha (kerajaan Iha).[9] Dalam tahun 1647 setelah pergolakan di
jazirah Hitu (pulau Ambon) dapat diatasi, Gubernur Demmer menginstruksikan
kepada penguasa Iha supaya rakyatnya disuruh turun berdiam di tepi pantai. Memang
kapan persisnya pembentukan negeri Porto tidak mudah untuk diketahui,
tetapi dengan mengacu pada beberapa sumber di atas, dapat diperkirakan bahwa
perpindahan penduduk Porto dari pegunungan ke pemukiman baru di tepi pantai
(negeri Porto sekarang) terjadi menjelang abad ke-17 (kurang lebih 300 tahun
yang lalu). Perpindahan ini terjadi atas keinginan dan kemauan VOC yang
adalah alat kekuasaan pemerintah kolonial Belanda, maka arus perpindahan itu
juga tidak terjadi secara serentak tetapi bertahap karena ada penduduk yang
tidak mau turun dan tetap bertahan (mempertahankan kekuasaannya) di pegunungan
atau negeri lama.
Bagi masyarakat Porto, perpindahan penduduk dari pegunungan ke pemukiman baru
di tepi pantai terjadi dalam dua tahap yang disebut Uku Toru dan Uku
Rima. Uku Toru adalah kelompok tiga yang turun lebih dulu ke negeri di
pantai yaitu : Nanlohy, Sahertian dan Polnaya sedangkan, Uku Rima
adalah kelompok lima yang turun kemudian, yaitu : Latuihamallo, Tetelepta,
Wattimury, Berhitu dan Aponno.[10] Walaupun demikian, masih ada yang
tetap bertahan di hutan atau pegunungan dan tidak ikut dalam arus perpindahan
itu, yaitu Talakua yang tidak bersedia untuk menyerah kepada Belanda. Karena
itu Talakua diberi gelar raja utang atau Namasina. Sedangkan di
pemukiman baru, pemerintah kolonial Belanda mengangkat Nanlohy menjadi raja
dinegeri yang baru, dan diberi gelar Raja pantai atau Nikisina.
Sejak itulah negeri yang baru itu diberi nama Poruto (dari Poru atau
Amaporuto) dan kemudian berubah menjadi Porto. Porto disebut juga Sama
Suru Amalatu Poru Amarima.[11] Nama ini mengingatkan masyarakat negeri Porto
tentang sejarah pembentukan negeri sejak bermukim di pegunungan atau negeri
lama, sampai menempati wilayah pemukiman baru di tepi pantai sampai sekarang.